Siapa Sebenarnya PT Bumanik di Balik Banjir Bandang Molino?
PT Bukit Makmur Istindo Nikeltama (Bumanik), perusahaan tambang nikel pemegang IUP seluas 4.778 hektar di Morowali Utara, tengah disorot usai banjir bandang di Desa Molino. Meski sahamnya 100% dimiliki PT Merlot Grup Indonesia, struktur manajemen Bumanik menunjukkan dominasi figur global. Publik mempertanyakan komitmen perusahaan terhadap tanggung jawab lingkungan dan praktik pertambangan berkelanjutan.

Morowali Utara – Bencana banjir bandang yang melanda Desa Molino, Kecamatan Petasia Timur, pada Rabu (20/8/2025), membuka sorotan baru terhadap kiprah dan tanggung jawab PT Bukit Makmur Istindo Nikeltama (Bumanik), salah satu perusahaan tambang nikel besar di Kabupaten Morowali Utara.
Data resmi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan bahwa PT Bumanik merupakan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi dengan kode 3472062122014003, yang berlaku hingga 28 Januari 2030. Luas konsesi yang dimiliki perusahaan ini mencapai 4.778 hektar, meliputi sebagian besar wilayah Kabupaten Morowali Utara dan sebagian kecil Kabupaten Morowali.
Kepemilikan dan Manajemen
Secara kepemilikan, Bumanik berada sepenuhnya di bawah kendali PT Merlot Grup Indonesia dengan porsi saham 100 persen. Meski tercatat sebagai investasi domestik, struktur manajemennya menunjukkan adanya sentuhan kolaborasi internasional. Jajaran pengurus terdiri dari Mingdong Zhu sebagai Komisaris Utama, Chen Hong sebagai Direktur Utama, Agus Suhartono sebagai Direktur, dan Dai Jiao sebagai Komisaris.
Konstelasi ini mencerminkan wajah industri tambang Indonesia yang kerap menampilkan kepemilikan berbasis lokal namun dengan jaringan manajemen, modal, dan teknologi lintas negara.
Sorotan Publik dan Dugaan Keterkaitan Bencana
Perhatian publik terhadap perusahaan ini semakin tajam setelah banjir bandang menerjang Desa Molino. Luapan air bercampur material lumpur dan gelondongan kayu menghantam permukiman warga serta merendam ruas utama Jalan Trans Sulawesi. Hasil investigasi awal menyebutkan jebolnya gorong-gorong di jalan hauling milik PT Bumanik sebagai salah satu pemicu. Infrastruktur tersebut dinilai tidak mampu menahan volume air akibat curah hujan tinggi.
Peta konsesi PT Bumanik bahkan memperlihatkan fakta yang lebih mengkhawatirkan. Area tambang hampir menutupi ruang desa serta memotong sebagian besar akses Jalan Trans Sulawesi. Posisi konsesi yang berdekatan dengan aliran sungai besar di bagian hulu desa ditengarai memperbesar risiko luapan air yang masif.
Sikap Pemerintah Daerah
Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, merespons cepat dengan mengeluarkan perintah penghentian sementara seluruh aktivitas PT Bumanik di wilayah tersebut. Ia menegaskan penghentian akan berlaku sampai perusahaan bertanggung jawab penuh atas dampak bencana.
“Semua aktivitas tambang saya minta dihentikan sampai perusahaan benar-benar bertanggung jawab atas bencana yang terjadi. Jangan sampai masyarakat yang menanggung kerugian,” tegas Anwar Hafid.
Gubernur juga menekankan pentingnya pertanggungjawaban atas kerugian materiil maupun non-materiil yang dialami warga akibat bencana tersebut.
Masa Depan Bumanik
Dengan profil kepemilikan yang kuat dan dukungan modal penuh, PT Bumanik sejatinya memiliki kapasitas untuk menjalankan praktik pertambangan yang aman dan berkelanjutan. Namun, peristiwa banjir ini justru menimbulkan pertanyaan serius mengenai komitmen perusahaan dalam menerapkan prinsip good mining practice serta kepatuhan terhadap standar mitigasi risiko lingkungan.
Di tengah penghentian sementara operasional, sorotan kini tertuju pada langkah manajemen PT Bumanik untuk membuktikan keseriusan dalam menyeimbangkan kepentingan investasi dengan tanggung jawab sosial-lingkungan. Keputusan dan sikap perusahaan dalam beberapa waktu ke depan akan sangat menentukan kepercayaan publik sekaligus masa depannya di Morowali Utara.