PPTK Dinas Perumahan Kabupaten Morowali Disebut Tak Berani Lepas Proyek karena “Pokir Dewan”
Seorang kontraktor di Kecamatan Bungku Timur mengaku mengalami kendala saat menindaklanjuti proyek di lingkup Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Morowali. Ia menyebut Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) tidak berani melepas proyek karena disebut sebagai “pokir dewan”. Artikel ini mengulas konteks hukum tentang Pokok Pikiran DPRD, kewenangan eksekutif, serta prinsip tata kelola pemerintahan yang baik sesuai regulasi perundang-undangan.

Bungku Tengah — Seorang kontraktor di Kecamatan Bungku Timur mengaku mengalami kendala saat hendak menindaklanjuti salah satu proyek pekerjaan di lingkup Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Morowali.
Menurut keterangan yang diterima redaksi, kontraktor tersebut sebelumnya telah mengirim dokumen perusahaan dalam bentuk soft copy kepada Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) sesuai permintaan. Namun, keesokan harinya, saat bertemu langsung dengan pihak PPTK untuk menyerahkan dokumen fisik, ia justru mendapat jawaban tak terduga.
“PPTK bilang tidak berani melepaskan proyek itu, karena katanya itu pokir dewan,” ungkap sumber yang enggan disebutkan namanya kepada Morowali.info, Kamis (16/10/2025).
Redaksi Morowali.info telah berupaya mengonfirmasi pernyataan tersebut kepada PPTK Dinas Perumahan, Sdr. Mashabil, melalui pesan WhatsApp pada Kamis (16/10/2025). Pesan tersebut telah terbaca, namun hingga berita ini diterbitkan belum ada tanggapan resmi yang diterima redaksi.
Pokir Dewan Bukan Proyek Pribadi
Pokok Pikiran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Pokir DPRD) merupakan bagian dari proses perencanaan pembangunan daerah sebagaimana diatur dalam:
-
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan
-
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian, dan Evaluasi Pembangunan Daerah.
Berdasarkan Pasal 78 ayat (2) Permendagri 86/2017, Pokir DPRD merupakan hasil penyerapan aspirasi masyarakat yang dituangkan dalam bentuk program atau kegiatan pembangunan daerah. Pokir disampaikan saat pembahasan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) agar dapat dipertimbangkan oleh pemerintah daerah untuk dimasukkan ke dalam rancangan APBD.
Dengan demikian, Pokir bukan proyek milik pribadi atau kelompok DPRD, melainkan aspirasi masyarakat yang disalurkan melalui anggota dewan untuk direncanakan dan dilaksanakan oleh pihak eksekutif (pemerintah daerah/dinas teknis). Pelaksanaannya sepenuhnya menjadi kewenangan perangkat daerah, bukan DPRD.
Kewenangan PPTK dan Prinsip Tata Kelola
Sesuai ketentuan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) memiliki kewenangan penuh dalam menetapkan penyedia barang/jasa melalui mekanisme yang diatur secara resmi.
Praktik penyebutan “pokir dewan” sebagai alasan untuk menahan atau mengatur pelaksanaan proyek berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan bertentangan dengan prinsip transparansi serta tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Dewan memiliki fungsi perencanaan dan pengawasan, sementara dinas teknis wajib melaksanakan kegiatan secara profesional, objektif, dan bebas dari intervensi politik.
Penegasan Hukum dan Etika Tata Kelola
Kombinasi ketiga regulasi — UU Nomor 23 Tahun 2014, Permendagri Nomor 86 Tahun 2017, dan Perpres Nomor 12 Tahun 2021 — menegaskan batas tegas antara fungsi politik DPRD sebagai penyalur aspirasi masyarakat dan fungsi eksekutif pemerintah daerah sebagai pelaksana teknis.
Setiap upaya mencampuradukkan kewenangan tersebut dapat menimbulkan pelanggaran prinsip good governance, melemahkan integritas birokrasi, serta membuka ruang konflik kepentingan dalam pengelolaan anggaran publik.